Muhasabah Untuk Nahdliyin Generasi Pasca Reformasi

Kali ini saya iseng ingin mengomentari dengan niat bersama-sama menghisab diri. Sudah lama saya ingin menuliskan hal ini tetapi kebetulan ada Wakil sekretaris LD PBNU yang menulis topik "NU dan susahnya berada di tengah". Saya tidak akan mengomentari tulisan beliau karena sangat besar topiknya. Saya hanya ingin mengambil satu cuplikan topik. Yaitu pernyataan beliau mengenai peng"entah"an pengetahuan jamaah nahdliyin terhadap karakter tawasuthnya NU
"Sayangnya banyak orang yang tidak memahami karakter "tawasuth" NU ini. Bahkan sebagian kalangan Nahdliyin sendiri justru gagal paham. Entahlah apa sebabnya, mungkin karena tidak paham dengan prinsip-prinsip Aswaja an-Nahdliah atau karena ikut arus situasi saja karena tak memahami masalah dari hulu sampai hilir." "Entah" apa sebabnya, dalam benak saya kog gampang banget sih seorang yang amanahnya menjadi sekretaris Lembaga Dakwah mengentahkan atas ketidak tahuan jamaahnya. Begitu mudahnya seorang kader dakwah NU menafikkan segala kegagalannya mengemban tugas dari organisasi NU menjaga jamaahnya tetap berada di koridor ke-aswaja-an NU. Karena dalam benak saya, dan memang ini terbukti pada beberapa kasus, Mereka yang perang kekuasaan bukannya diawali dengan beberapa tokoh NU yang pecah Internal memperebutkan kekuasaan, ini teguran dari Allah.
Akankah NU masih dipantaskan menjadi organisasi terbesar penjaga aswaja di Indonesia dengan kerahmatannya atau malah tambah terobrak-abrik oleh orang liberalis dan mazhab materialisme. Kegagalan generasi kader NU jaman ini mentarbiyah jamaahnya perlu dikoreksi bersama, bukan hanya sekedar dientahkan apa sebabnya, seakan kabur dari muhasabah atas amanah yang diberikan. Jangan salahkan IM (Ikhwanul Muslimin) dan Salafy ( atau Hizbut tahrir atau jamaah tabligh) yang semakin besardi Indonesia, walau akhirnya sudut pandang dan kerangka pikir mereka yang mengikuti gerakan ini menjadi tidak terlalu hisbul wathon (pendapat saya terhadap pandangan tokoh NU terhadap demografi muslim Indonesia). Karena pihak kader NU generasi ini sendiri gagal dalam kaderisasi. Ini adalah pesan muhasabah, Saya Nahdliyin, tapi saya kecewa dengan pemimpin ranting kecamatan sokaraja, jangankan cabang Banyumas ranting Sokaraja saja saya sudah kecewa. mereka hanya menunjukkan semangat kekelompokan. Jangan pungkiri semangat kekelompokan ini karena buktinya adalah gerakan yang anti muhammadiyah pada masa-masa (pra dan pasca) reformasi dahulu.
Kegagalan ini membuat beberapa pemuda nahdliyin kecewa lalu ngaji kepada orang2 dari gerakan-gerakan lain semisal Ikhwanul Muslimin, Salafiyun, HT atau JT. Pertanyaan dasar yang muncul setelah itu adalah apa sebab dari semua peristiwa ini. Karena apa? karena sebab apa? Dalam pengalaman empiris saja hal ini disebabkan Guru ngaji (entah itu kiyai atau ustadz, atau kayim) di kalangan nahdliyin hanya mementingkan kajian akbar yang bisa membuat mereka menjadi artis lawak top atau mereka sibuk mengurusi pondok pesantren yang yayasannya bisa mereka kuasai. Lalu anak-anak yang tadinya ngaji di masjid (ngaji baca iqra) pergi kemana? Disaat mereka pergi main gitar dijalan, nonton TV, atau khusyuk berkhalwat dengan buku pelajaran sekolah? tidak ada kiyai atau ustadz dari nahdliyin yang khawatir. Sedang para Ikhwanul muslimin mereka dengan semangat memasuki sekolah-sekolah, kampus kampus mengajarkan tarbiyah mereka, mengajarkan islam pergerakannya. Sedangkan salafiyun dengan kajian Hadist dan Qurannya menyerebak disetiap ujung kota, pusat kota, pinggiran kabupaten. jangan salahkan mereka yang pola pikirnya semakin merujuk pada dasar (AlQuran dan Hadist) dan berusaha sekuat mungkin mengaplikasikan dengan lembut (Walau pada dasarnya pola pengambilan keputusan beberapa orang diantaranya memang cacat karena kurang kajian fiqih). Saya tekankan sekali lagi, kader Nahdatul Ulama generasi ini melalaikan mendidik ummat. Padahal umat perlu diberi siraman rahani qalbunya setiap hari, setiap saat mereka perlu untuk dibimbing,agar tidak jauh dari Allah dan rasulnya. Janganlah kita menuju Mimpi masyarakat madani jika pondasi tauhid kita saja sudah lemah. Belum lagi kita membicara pengembangan komunitas (community development). Apakah kader Nahdatul Ulama Generasi ini mementingkan hal ini? hemat saya saya jawab tidak, sebagian besar mereka memusingkan jabatan dan gemerlapnya dunia. Jika tidak mana ada terjadi pengkristenan.
Jangan heran para pemuda muslim berganti kerangka pikir, karena bahkan dibeberapa kota di jawa baratpun para ikhwan (dari IM) dan para Salaf (yang mereka sebut Wahabi) sudah menemani ibu-ibu dalam pengajian sore bapak-bapak dalam kajian shubuh. lalu daerah yang dimana Nahdliyin berkuasa? Ibu-ibu sibuk ngerumpi di sore hari dan bapak-bapaknya sibuk molor di waktu shubuh. Jangan heran jika Kharisma Nahdliyin akan hilang karena jamaahnya hanya belajar ngaji saat maulid nabi (yang sebagian besar isinya guyon sandal jepit dan surat ash dan attin yang tertukar), satu mukharom (yang isinya tak jauh dari guyon), isra mi'raj (isinya guyon sholat subuh) tapi tiap harinya kering, Jangan harap umat mampu memahami tawasuthnya NU orang arti syahadat saja mereka tidak paham. Jangan harap ada ghirah hizbul wathon, orang setiap harinya saja mereka hanya ngobrol ngalor ngidul soal hal-hal remeh temeh semisal aib orang mulai dari tetangga kepala desa artis sampai presiden. Jangan lagi bilang entah kenapa lah. Jangan bikin malu diri sendiri apalagi jabatannya tinggi. kuatkan barisan, sedari kekeliruan (terutama kesombongan atas golongan).
Jika tidak percaya dengan apa yang saya katakan datanglah ke kampung-kampung (selain kampung saya tentunya karena anda akan menemui kebenaran). 

Selain itu Barakallahu utuk harlah NUnya
Bandungnya Allah, 4 Jumadil Ula 1438


Muslim Urakan 
(Nahdliyin ya IM ya Salafiy ya Muhammadiyah ya Aswaja ya
, yang jelas insyaAllah muslim)

Berikut adalah tulisan yang saya komentari
[[NU dan Sulitnya Berada di Tengah
Oleh: M. Imaduddin
Saat ini, benturan terbuka antara kelompok (yang mengatasnamakan) Islam dengan kelompok nasionalis sepertinya hanya tinggal menunggu waktu. Bibit-bibitnya sudah tampak, seperti bentrokan antara FPI dengan GMBI, penghadangan tokoh MUI oleh kelompok Dayak di Kalimantan, saling ancam antar dua kubu, saling lapor ke polisi, dan beberapa letupan-letupan kecil lainnya.
Saya khawatir, kain NKRI yang telah dirajut dengan darah dan nyawa oleh para pahlawan dan pendiri bangsa ini akan robek disana sini.
Dua kelompok ini menggunakan isu yang disebarkan secara massal kepada para pengikutnya. Kelompok (yang mengatasnamakan) Islam menggunakan isu PKI untuk menyerang nasionalis, sementara kelompok nasionalis mengajar kelompok "Islam" dengan teriakan anti kebinekaan dan intoleran.
Timur Tengah telah memberi pelajaran buat kita, bahwa konflik antargolongan telah menghancurkan sendi-sendi kehidupan masyarakat di Suriah, Irak, Afghanistan, dan negara-negara Timur Tengah lainnya. Sekarang, negara-negara mayoritas Muslim tersebut menjadi failed state (negara gagal) dan entah sampai kapan akan berakhir derita rakyat di sana.
Konflik di negara-negara tersebut memang diciptakan oleh negara-negara besar dengan cara mengadu domba kelompok-kelompok di negara-negara tersebut. Sunni diadu domba dengan Syiah, Islam diadu domba dengan nasionalis. Inilah yang dinamakan proxy war. Ketika terjadi perang, maka semakin mudahlah negara-negara besar menguasai negeri yang berkonflik tersebut. Motifnya jelas, hegemoni politik dan ekonomi.
Kembali ke negeri kita. Lalu, NU harus berdiri di posisi mana?
NU, sebagaimana karakternya sejak dulu harus berada di tengah-tengah dua kelompok tersebut. NU mesti berperan menjadi "juru damai". Sebab, bagi NU jelas, "nasionalisme dan agama ibarat dua sisi mata uang. Yakni keduanya saling menguatkan. Nasionalisme saja tanpa agama, maka akan kering nilai. Sementara agama saja tanpa nasionalisme tak mungkin bisa menyatukan bangsa". NU, selain itu, berpedoman pada kaidah fiqh, "menolak mafsadat (kehancuran) lebih diutamakan daripada mengambil kemaslahatan".
Sayangnya banyak orang yang tidak memahami karakter "tawasuth" NU ini. Bahkan sebagian kalangan Nahdliyin sendiri justru gagal paham. Entahlah apa sebabnya, mungkin karena tidak paham dengan prinsip-prinsip Aswaja an-Nahdliah atau karena ikut arus situasi saja karena tak memahami masalah dari hulu sampai hilir.
Untuk kelompok yang selalu mengatasnamakan Islam, sebagian umat Islam justru terlena dan terbuai dengan simbol-simbol formal agama yang dijual oleh mereka. Padahal dibalik itu tersembunyi tujuan kekuasaan. Bagi kelompok ini, tak peduli negeri ini hancur lebur asalkan Islam "berkuasa"; tak peduli ribuan nyawa melayang sia sia atas nama jihad yang keliru, asalkan Islam menang.
***
'Ala kulli hal.. Selamat Harlah NU ke-91 pada 31 Januari ini. Semoga terus istiqomah mengawal Aswaja dan menjaga NKRI, meski selalu dihantam oleh badai fitnah dan caci maki dari orang2 yang tak mengerti.
Penulis adalah Wakil Sekretaris Lembaga Dakwah PBNU (LD-PBNU) ]]

Tulisan ini saya tulis sekitar sehari sebelum kasus Ahok yang menghina KH Ma’ruf Amin. Lalu mau dibawa kemana,
Beginilah jika kalian memilih (atau mendukung) pemimpin selain muslim. Mereka itu tidak akan paham bagaimana hukum islam itu, mereka tidak akan paham seberapa cintanya kita terhadap hukum islam,seberapa inginnya kita menegakkan dan membela hukum islam. Mereka tidak akan memahami bagaimana menjadi seorang muslim. Beginilah akhirnya jika mendukung pemimpin yang bukan Nahdliyin, mereka tidak akan paham bagaimana menghormati ulama, bagaimana rasa cinta terhadap ulama. Bagaimana mencintai ilmu yang perantaranya adalah Ulama.
Bandungnya Allah, 6 Jumadil Ula 1438 H



Ganong Luki Subandi

Komentar