Kali ini saya ingin membicarakan mengenai pengalaman saya pribadi. Karena
memang ini yang bisa saya bicarakan, saya belum menjadi pakar dalam bidang
apapun sehingga tidaklah mungkin saya menuliskan sesuatu karena kepakaran saya.
Pengalaman yang ingin saya tuliskan kali ini berhubungan dengan mengatur mimpi
(bahasa indonesianya setting mengatur kan ya?) tapi mungkin lebih tepat
menentukan mimpi, mengusahakannya dan konsisten dalam berusaha.
Saya ingin menceritakan terlebih dahulu saat tahun kelima di kampus saya
pernah mengajukan rencana topik Tugas Sarjana. Ya setiap kampus di indonesia
yang meluluskan strata satu pasti mengharuskan mahasiswanya untuk membuat tugas
sarjana sebagai tugas akhir, tak beda dengan kampus saya. Waktu itu saya
mengajukkan untuk membuat mesin yang bisa mengolah limbah pertanian menjadi
sumber energi baru (yang sangat mungkin terbarukan) karena di jurusan saya
memang sedang gencar mengenai riset energi baru dan terbarukan kala itu, semoga
masih tetap gencar sampai sekarang. Namun, dikala saya mengajukkan kepada dosen
pembimbing saya Prof Djoko Suharto, beliau dengan insight yang sudah sangat
kuat mengatakan “kamu mau buat mesin ini, mau menghabiskan berapa puluh juta?”
kala itu saya degan kecil hati mengatakan “pak ide saya ini orisinal, saya
sudah pelajari banyak paper mengenai energi baru terbarukan, belum ada yang
membahas hal ini”.
Di kampus kami keotentikan sebuah ide itu menjadi sebuah hal yang
diharuskan dalam sebuah tugas. Jika memang sudah ada alat sejenis, setidakya
kamu harus memberi pengembangan (improve) sekecil apapun itu. Saya ingat sekali
waktu kuliah perancangan mesin, waktu itu saya dan kelompok saya di akhir
semester harus mempresentasikan sebuah mesin yang belum ada patennya, waktu itu
kami membuat alat pemroses susu kedelai dari kedelai mentah yang sangat praktis
dan berhasil kami rancangkan, walau belum sempat dibuat. Alat ini benar-benar
praktis mulai dari memasukkan kedelai satu kali pencet keluar susu kedelai
dalam waktu yang telah diberikan. Jadi alat ini sangat praktis sekali. Sehingga
tertanam dalam benak saya membuat mesin baru adalah sebuah ide yang memiliki
nilai yang sangat besar.
Kembali kepada usulan topik tugas akhir saya, saat itu saya hanya bisa
mencoba meyakinkan kalau saya bisa merancang bangun mesin itu tanpa harus
membuatnya. Ya karena memang tidak mungkin saya mengeluarkan sekian puluh juta
untuk membuat mesin tersebut. Berbeda dengan teman satu lab saya yang saat itu
membuat mesin printing dimana filmnya bisa diatur melalui komputer dan bisa
dibuat sendiri. Walau seperti apapun saya meyakinkan dosen saya, tetapi dosen
saya tetap menolak. Karena jika hanya rancang bangun saja, saya tidak bisa
membuktikan apakah mesin saya bisa berjalan atau tidak, dan tidak ada yang bisa
meyakinkan ada seseorang yang mau melanjutkan riset saya tersebut. Saat itu
saya mulai merasa insting kepragmatisan saya mengalahkan idelaisme saya. Saya
mengiyakan pertimbangan dosen pembimbing saya. Beliau memang sudah jauh lebih
berpengalaman dari saya. Saya yakin saat itu dan saya memang membuktikan benar.
Kala itu saya mengambil topik Tugas akhir “studi kesalahan pengukuran getaran
dengan metode ekitasi impak”. Topik ini dosen saya berikan karena ada mahasiswa
beliau yang sudah doktoral dan pernah membuat metodhe dalam disertasinya,
tetapi belum pernah ada yang membuktikan secara teoritis dan praktis serta
ditulis secara ilmiah. Waktu pembukaan presentasi Tugas Akhir saya menyatakan
bahwa saya membuktikan sebuah teori dari seorang PhD dimana dia menemukan
methode untuk mengurangi pengukuran getaran dengan menggunakan eksitasi impak.
Metode ini belum pernah dibuktikan di ranah eksperimental dan saya berhasil
menyimpulkan bahwa metode ini bisa digunakan pada batang kantilever. Perlu
waktu setahun untuk membuktikannya, bisa bayangkan perlu berapa tahun untuk
menemukannya? Kala itu sya meraskan kepuasan dalam menyelesaikan tugas sarjana
saya.
Namun, beberapa hari yang lalu saya merasa rindu dengan dunia Mechanical
Engineering. Sudah dua tahun ini saya tidak bersentuhan secara intim dengan
dunia ini. maka saya mengunjungi laman web publik MIT. Saya mengunjungi laman
web ini ya dikarenakan menurut saya kampus Engineering dunia yang paling
terkemuka ya MIT setelah itu beberapa kampus lain semisal TIT, Kyodai, Penstate,
banyak yang lain yang saya tidak begitu kenal. Dalam peseluncuran saya, saya
menemukan ide saya saat mengajukan topik Tugas Sarjana telah diselesaikan oleh
mahasiswa Doctoral di kampus ini. Anda bisa bayangkan seberapa kerennya
menemukan mesin yang belum pernah ada? Jika saya ditempatkan menjadi mahasiswa
ini saya akan merasa sangat puas.
Anda
bisa membaca mengenai mahasiswa MIT membuat mesin pengolah sampah pertanian
menjadi sumber Energi baru disini. Idenya sebenarnya sangat gampang, hancurkan biomasanya sekecil kamu bisa,
panggang diruang tertutup jauh dari oksigen (tujuanya agar tidak menyala) tara
anda mendapatkan energi yang mudah dipindahkan.
Jagalah Amanah Sebaik Mungkin
(Bagi anda yang tidak menyukai membaca riwayat hidup saya, cukupkan sampai disini)
Setelah membaca berita keberhasilan disertasi tersebut saya seketika sakit
hati, sakit benar hati ini. Jujur saya melakukan banyak kesalahan selama di
kampus, dan siapapun yang membaca tulisan ini tolong jangan pernah khianati
amanah yang sudah anda terima dari siapapun itu (asal amanah itu bukan untuk
kejahatan). Waktu dulu saya menetapkan hati ingin berkuliah di kampus ITB, saya
berharap bisa menjadi profesor seperti pak Habibie, kaya lagu joshua (bikin
pesawat terbang seperti pak habibie), tentu ingin saya bukan membuat pesawat
terbang. Cita-cita saya waktu itu ingin membuat mesin yang belum pernah dibuat
oleh orang lain. Ide ini benar-benar tertanam saat saya baru masuk asrama.
Waktu saya berkenalan dengan anak angkatan atas di asrama (yang untungnya tidak
seperti di 3 idiots dimana senior membully junior) mereka menantang saya untuk
mewujudkan cita-cita saya selama di ITB. Waktu itu saya juga sama mengatakan
bahwa ingin membuat mesin yang belum pernah dibuat oleh orang lain. Kala itu
mereka menanyakan “kamu pengin buat mesin yang efisiensinya gedhe?”, saya seketika
menjawab “mesin dengan efisiensi 60% saja sudah bagus, buat apa saya mengejar
efisiensi lebih tinggi”. Tapi belakangan ide ini malah muncul saat si Elon musk
membuat pabrik tesla yang terintegrasi dengan panel surya. Dari sana saya
belajar bahwa listrik adalah pembawa energi paling efisien saat ini. Dan ini
adalah ide masa depan dimana jika anda bisa mengkonversi sesuatu seefektif dan
seefisien mungkin dalam bentuk listrik maka anda akan memberi banyak manfaat
bagi orang banyak.
Namun hati manusia mudah sekali terkotori (being corrupted; jadi inget
sauron “but human hearth are easily corrupted” narasi TLOTR). Saya salah
satunya yang hatinya mudah sekali dikotori saat itu. Saya berlatar belakang
keluarga yang memang tidak mampu, dan saya masuk di kampus saya dengan menggunakan
jalur beasiswa yang dengan dzolimnya saya mengambil kesempatan dari 32 ribu
orang lain untuk saya sia-siakan. Kehidupan di kampus memang beragam, saya
tidak dikorup oleh pemikiran hedonisme, atau pergaulan bebas, atau kejelekan
lainnya (sepertinya kejelekan di kampus hanya dua itu), tetapi saya di korup
oleh virus kewirausahaan. Yang tidak masuk akal tentunya. Karena setiap korban
dari sebuah ide yang tidak masuk akal adalah sebuah puncak kebodohan seperti
yang dijelaskan oleh dunning kruger dalam grafiknya. Bahwa setiap orang yang
baru masuk dalam sebuah bidang mereka akan merasa sangat ahli dalam bidang
tersebut. Dimana setiap kali saya bertemu dengan mahasiswa senior yang menekuni
kewirausahaan mereka selalu mengatakan gaji orang kerja berapa? Dengan usaha
kamu bisa mendapatkan lebih. Mereka tidak pernah mengatakan bahwa dalam
prosesnya kamu akan diminta mengeluarkan uang lebih diawal, mengeluarkan usaha
lebih diawal bahkan sampai akhir proses, perlu merasakan rugi yang berat, perlu
merasakan sesekali ditipu. Dan segala pernak pernik kelamnya dunia
kewirausahaan. Karena saya bukan mahasiswa yang bermahzab “pengusaha proposal
bisnis” dimana usahanya ya membuat proposal bisnis dan melombakannya. Maka saya
masuk dan terjerumus dalam gelapnya ngarai (saya yakin belum masuk palung)
dunia kewirausahaan selama setahun lebih.
Setelah beberapa saat di kampus saya juga terkena virus Game online, dan
permainan online yang saya tekuni (setelah mencoba dota dan RO) merupakan salah
satu permainan yang cukup remeh temeh yaitu Travian, permainan ini sangat
membosankan bagi yang tidak memiliki imajinasi. Tapi bagi mereka yang memiliki
imajinasi mereka akan mencintai permainan ini apalagi bagi mereka yang menyukai
perang. Sunguh terlalu...! Dua tahun saya terjebak kehidupan yang tidak sehat.
Dimana saya pergi keluar untuk berkegiatan organisasi (LSM luar kampus,
organisasi Unit kegiatan mahasiswa dan Himpunan jurusan) lalu pulang untuk main
game. Apa saya sudah tidak waras? Ya, saat itu saya sudah tidak waras. Karena
ada alasan kenapa saya mengejar kewirausahaan dan alasan saya saat itu sangat
remeh temeh. Saat alasan itu hancur saya membenamkan diri hidup dalam hayalan.
Tanpa berani menghadapi kenyataan.
Saya tersadar setelah tahun 2012 (tiga tahun sudah saya hidup di kampus)
dan mimpi saya semuanya buyar. IP saya semester itu satu koma. Saya tidak lagi
berani membayangkan melanjutkan kuliah S2 dan saya juga tidak cukup berani
untuk terus melanjutkan kegilaan saya di organisasi ataupun di kewirausahaan.
Saya menjadi petapa yang memperaiki kuliah saya. Sempat ditengah perjalanan
salah satu dosen penerbangan menyemangati saya bahwa masih ada kesempatan untuk
bisa kuliah di luar negri. Namun, semua terasa berat saat saya harus menghadapi
kenyataan yang pahit.
Sekarang saya masih memiliki mimpi walau tidak semuluk membuat mesin yang
tidak pernah dibuat oleh orang lain karena saya sadar saya tidak mungkin lagi
masuk kuliah di MIT ataupun Kyodai. Bahkan untuk ambil kuliah S2 saja sudah
jauh dari angan walau saya memiliki bakat seperti John Nash (szizoprenia: jelas
tidak seakut beliau, yang merupakan ciri otak yang over reaktif) yang juga
memiliki ide autentik mengenai persamaan yang mengoreksi persamaan adam smith,
dengan ide bahwa jika kita mengejar satu hal yang sama kita semua akan tidak
akan mendapatkan hal tersebut (karena sumber daya kita habis untuk berebut),
padahal hal yang kita kejar ini memiliki substitusi yang sangat banyak,
alih-alih mengejar satu hal ini mengapa tidak kita mengejar substitusinya dan
ketika substitusi yang diberikan mencukupi jumlah populasi maka kita tidak
perlu berebut, setiap orang akan mendapatkan bagiannya masing-masing (saya
dapatkan dari film beautifull mind). Bagi saya yang hari ini, bisa membuat
sebuah karya yang bermanfaat bagi banyak orang sudah lebih dari cukup. Doakan
saya bisa tetap istiqamah.
Bagi teman-teman yang saat ini mendapatkan amanah di bidang apapun tolong
tekuni bidang tersebut karena teman-teman sejatinya sedang membantu orang lain
untuk ikut memperbaiki indonesia tercinta dengan memberi kontribusi terbaiknya,
pada bidang masing-masing.
Ganong Luki Subandi
Komentar